Hian Thian Siang Tee, Kelenteng Tertua Di Indonesia
“Meski berusia 400 tahun
lebih, bangunan yang didominasi warna merah dan ornamen khas Tiongkok ini masih
berdiri kokoh”
Jepara.Menyusuri kota Ukir Jepara ternyata banyak
menyimpan peninggalan sejarah yang memperkaya pengetahuan. Kota yang tidak
hanya dikenal sebagai Bumi Kartini ini, juga menyimpan sejarah dan peninggalan
masa lampau yang sangat mengagumkan. Memasuki hari raya Imlek tahun ini,
mendorong Cempaka untuk melihat
langsung bukti peninggalan kebudayaan ratusan tahun lalu, yang ada di Kabupaten
Jepara. Sebuah bangunan kuno, yang konon berusia 400 tahun lebih, berdiri kokoh
di sudut pasar Welahan, Jepara. Bangunan itu adalah Kelenteng Hian Thian Siang Tee. Dirunut dari sejarahnya,
tempat peribadatan warga keturunan ini merupakan kelenteng tertua di Indonesia,
diperkirakan dibangun sekitar tahun 1600-an. Kelenteng ini terletak di gang
Pinggir nomor 4, Welahan, Jepara menempati lahan seluas kurang lebih 1 hektar.
Meski berusia 400 tahun lebih, bangunan yang didominasi warna merah dan ornamen
khas Tiongkok, seperti klenteng lainnya itu, masih berdiri kokoh. Klenteng ini
dibangun oleh tokoh
pengobatan dari Tiongkok, bernama Tan Siang Hoe bersama dengan
kakaknya bernama Tan Siang Djie.
Bangunan utama klenteng menjadi
tempat sembahyangan bagi umat keturunan Tionghoa. Sejumlah lampion khas China
menghiasi langit-langit serambi tersebut. Hanya pada areal inilah para pengunjung
diperbolehkan memotret. Untuk masuk ruang altar sembahyangan, kita melewati
pintu tengah. Aroma dupa sangat terasa ketika melangkah ke bagian dalam.
Pada bagian dalam klenteng Hian Thian
Siang Tee nyaris tidak ada penerangan, selain cahaya lilin.
Tampak patung Dewa Langit sedang duduk,
salah satu kakinya menginjak Kura-kura yang dililit Ular, dikawal dua jenderal
yaitu Zhao dan Khang.
Klenteng yang berada di bawah naungan Yayasan
Pusaka ini memiliki cerita yang sangat menakjubkan pada awal mula pendiriannya.
Seperti yang diceritakan Handayati (78), pada masa penjajahan Hindia Belanda, sekitar
1830, datanglah
seorang Tionghoa totok dari Tiongkok bernama Tan Siang Boe. Beliau pergi dari
Tiongkong menuju Asia Tenggara untuk mencari saudara tuanya bernama Tan Siang
Djie di Indonesia. Sewaktu berangkat dari Tiongkok, dia berada dalam satu perahu bersama
seorang Tasugagu (Pendeta) yang baru pulang bertapa dari Pho To San di wilayah daratan
Tiongkok (tempat ini juga jadi pertapaan Hian Thian Siang Tee). Di tengah perjalanan pendeta tersebut jatuh sakit. Kemudian Tan
Siang Hoe merawatnya dengan bekal obat–obatan yang dibawanya dari Tiongkok, dan berhasil menyembuhkan penyakit
yang diderita pendeta tersebut.
Dengan rasa berterima kasih atas kesembuhannya, ketika mendarat di Singapura pendeta itu memberikan tanda mata ucapan terima
kasih kepada Tan Siang Boe berupa satu kantong yang berisi barang–barang pusaka
kuno Tiongkok. “Kantong itu semacam tas, yang berisi benda pusaka seperti sehelai kertas halus bergambar Hian
Thiam Siang, sebilah pedang Tiongkok, satu tempat abu, dan satu jilid buku pengobatan dan ramalan,” tutur
Handayati.
Setiba di Semarang, Tan Siang
Boe mendapat kabar jika saudara tuanya ada di daerah
Welahan Jepara. Maka segeralah dia menuju ke Welahan untuk menjumpai Tan Siang Djie di
tempat tersebut.
Mereka kemudian berkumpul dalam satu rumah dengan keluarga Liem Tjoe Tien. Sampai sekarang
rumah tersebut masih ada terletak di Gang Pinggir Welahan, dan dipergunakan sebagai tempat menyimpan
pusaka kuno. “Pada saat itu banyak kejadian aneh, ketika pusaka kuno ditempatkan di
rumah tersebut,” terang Handayati lebih lanjut. Hingga pada suatu hari, imbuhnya,
Lie Tjoe
Tien sakit keras dan penyakitnya dapat disembuhkan kembali dengan kekuatan
ghaib yang ada di pusaka tersebut. Dengan kejadian itu, maka dari percakapan mulut ke mulut
pusaka itu dikenal namanya. Bahkan Tan
Siang Hoe dan Tan Siang Djie dianggap sebagai orang yang mampu menyembuhkan
segala penyakit. Mereka kemudian membangun Kelenteng Welahan sebagai bentuk
syukur kepada Tuhan serta meminta perlindungan setiap mereka mengobati orang.
Sampai saat ini dipercayai, jika pusaka kuno Tongkok itu adalah yang partama dan satu-satunya ada di Indonesia. Dari keberadaan pusaka kuno itulah, klenteng Dewa Langit Hian Thian Siang Tee dan Klenteng Dewa Bumi Fu De Zhang Shen ini diketahui sebagai klenteng tertua di Indonesia.
Sampai saat ini dipercayai, jika pusaka kuno Tongkok itu adalah yang partama dan satu-satunya ada di Indonesia. Dari keberadaan pusaka kuno itulah, klenteng Dewa Langit Hian Thian Siang Tee dan Klenteng Dewa Bumi Fu De Zhang Shen ini diketahui sebagai klenteng tertua di Indonesia.
Hingga sekarang, warga keturunan Tionghoa mempercayai, setiap tanggal 3
bulan 3 penanggalan China, diperingati sebagai hari lahir sha gwe, yakni hari Imlex Seng Tam Djiet
dari Hian Thiam Siang Tee. Pada perayaan tersebut, seperti dikatakan Suwoto (50) tidak hanya
melibatkan warga keturunan, namun warga peribumi pun turut ambil bagian. “Hal
ini menunjukkan, bahwa masyarakat sekitar klenteng merasa ikut memiliki dan
mendapat limpahan rejeki dengan berjualan pada perayaan tersebut,” tutur
Suwoto.
Sebelum peringatan imlek Seng Tam Djiet dari Hian Thiam Siang
Tee, pada tanggal 1 sha gwe penanggalan
China, diadakan prosesi arak-arakan para dewa, yang ditandu dengan iringan musik khas negeri
tirai bambu. Prosesi itu menjadi tontonan menarik warga sekitar
klenteng. Bahkan yang terlibat dalam kirab tidak hanya warga Jepara. Banyak
warga dari luar daerah turut serta meramaikan prosesi arak-arakan ini. “Mereka yang berpartisipasi tidak kami undang, tetapi datang sendiri
dari berbagai klenteng di Indonesia,” terang Suwoto. Kirab ini dilakukan
berkeliling
kampung, dengan maksud agar klenteng dan lingkungan sekitar
diberi keberkahan dan keamanan.
Meski klenteng Hian Thian Siang Tee dan Fu
De Zhang Shen berada di tengah-tengah pemukiman warga yang mayoritas memeluk
agama Islam, namun toleransi antar umat beragama tercipta
dengan damai dan rukun. Bahkan, sejumlah warga sekitar klenteng sebelum memulai
musim tanam padi, banyak yang berkonsultasi dengan pengelola klenteng untuk
menentukan hari baik dalam memulai menanam padi.
Selain itu, klenteng Hian Thian Siang Tee seringkali menjadi rujukan bagi warga yang sedang sakit. Biasanya para warga sekitar dan luar kota datang ke klenteng Hian Thian Siang Tee, untuk meminta resep pengobatan ramuan China kuno.
“Ada tiga jenis tingkatan resep, mulai dari resep untuk sakit ringan, sakit yang agak berat, dan sakit yang menentukan antara hidup dan mati,” terang Handayati.
Selain itu, klenteng Hian Thian Siang Tee seringkali menjadi rujukan bagi warga yang sedang sakit. Biasanya para warga sekitar dan luar kota datang ke klenteng Hian Thian Siang Tee, untuk meminta resep pengobatan ramuan China kuno.
“Ada tiga jenis tingkatan resep, mulai dari resep untuk sakit ringan, sakit yang agak berat, dan sakit yang menentukan antara hidup dan mati,” terang Handayati.
Untuk menuju lokasi bersejarah yag letaknya sekitar 24 kilometer dari pusat kota Jepara ini sangatlah mudah. Sealin jalan yang sudah beraspal sehingga bisa
menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat, banyak angkutan umum yang
bisa mengantar ke lokasi. Hal ini dikarenakan tempat ke dua klenteng tersebut
berdekatan dengan pasar Welahan. Selain itu, di
klenteng Hian
Thian Siang Tee juga tersedia penginapan untuk umum. “Memang
penginapan kami sediakan untuk umum dan gratis. Akan tetapi dari fihak
pengelola ada persyaratan tersendiri bagi yang ingin menginap,” pungkas Suwoto.
(nugroho)